Selasa, 26 Desember 2017

Nusantara Sehat Boven Digoel Puskesmas Kombut, PAPUA

Puskesmas Keliling Kami

Diawal kakiku bertapak di tanah adat Papua, langit terasa dekat sekali diatas kepalaku kala kutengadahkan wajahku ke atas. Suara binatang bersahut-sahutan, menggema seisi hutan. Awalnya aku takut, namun sudah satu tahun menghirup aroma hutan Papua dan menyatu dengan kehidupan disini, tak ada lagi rasa takutku. Malah mungkin nanti menjadi rindu yang teramat akan hening dan bersahajanya tempat tinggalku disini.
Jika siang, tak akan ada ramainya kampung ini. Sepi. Hanya kadang suara anjing yang bersahut-sahutan. Di awal kedatanganku,  aku mencoba menelusuri jalan kampung, mencoba kepo dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada. Namun, anjing-anjing ini seolah ingin menerkamku, pernah hampir benar-benar diterkam. Terpelosok kebawah jurang yang untungnya tak dalam karena menghindari kejaran anjing warga yang mungkin hidungnya masih baru mengenal bau kami. Tapi syukur , akhirnya anjing itu berlalu pergi karena aku dan temanku terpelosok kebawah, kalau tidak, huh.. entahlah.
Semua warga berada didalam hutan, mencari hasil alam yang dapat diubah menjadi bahan pangan. Ada juga anak-anak yang mencari kayu kering di hutan untuk dijadikan kayu bakar untuk tungku yang mereka buat di dalam rumah. Tungku ini mengeluarkan banyak sekali asap yang mengepul-ngepul di dalam rumah. Dan semua warga disini punya kebiasaan yang sama. Tungku yang dibuat ditengah-tengah rumah ini, masih baik jika tidak ada orang yang tinggal dirumah ketika ibu-ibu mulai memasak.
Namun, malah pernah saya jumpai ketika home visit,  bayi yang di kerebungi asap. Walaaah!!! Saya langsung panik. Ternyata warga kebanyakan tidak tahu efek kebiasaan membuat tungku didalam rumah dapat merusak sitem pernafasan karena asap yang dihasilkan dari pembakaran itu. Akhirnya terjawab sudah, mengapa semua anak di kampung ini “ingusan” atau bahasa lainnyanya “pilek”.Ini sempat menjadi tanya dalam hati, anak-anak ini mungkin banyak terganggu sistem pernafasannya. Perlahan, kami mencoba mengingatkan setiap keluarga yang kami kunjungi bahwa kebiasaan tungku yang dibuat ditengah-tengah rumah itu, dapat mengganggu kesehatan mereka. Syukur mereka menyadarinya karena contoh anak yang “ingusan”  ini real dan mereka pun ternyata mengeluhkan pula tentang anak yang sering “ingusan” di kampung ini.
Jika petang hari, kampung ini mulai ramai. Warga sudah kembali kerumah setelah seharian “mengolah hutan” yang biasa mereka sebut kebun. Terlihat ibu-ibu yang dengan manik keringat dan senyum diwajahnya mengangkat tumpukan kayu kering di atas kepalanya, anak-anak yang mengangkat air, serta bapak-bapak yang dengan parang, katanya “habis babat-babat kebun, suster”.
Disini sumber air susah dijangkau, jauh dari tengah kampung. Kami biasa mengambil air harus masuk kedalam hutan dan turun kebawah jurang yang bisa dibilang tak dangkal. Itu hanya untuk air minum dan untuk memasak nasi. Biasa kami dibantu oleh seorang pemuda yang sering “bantu-bantu”  di puskesmas, Felix namanya. Dengan beko, kami bantu mendorong masuk kedalam hutan. Kadang jika terlalu larut, kami hanya menunggu di pinggir hutan. Karena biasa, banyak babi liar di hutan yang jika menyerang bukan main.
Sudah beberapa kali selama penugasan mendapati pasien emergency yang diserang babi hutan, salah satunya seorang bapak tua yang berhasil melawan serangan babi hutan meski sudah babak belur. Awalnya bapak tua ini berniat memburu babi hutan untuk pangan. Alhasil tak dapat babi hutan, malah bapak tua ini mendapat luka serius disekujur tubuh karena babi balik serang dengan taringnya yang tajam sehingga daging terabik bercecer sana sini.
Sering juga pasien luka potong terkena parang saat berkebun di dalam hutan. Suatu ketika Tuan Dusun (Tuan Tanah) tepat dibagian kaki terdapat luka potong yang bisa dikatakan cukup dalam. Tenaga medis langsung mengambil tindakan untuk melakukan tindakan jahit. Sedikit mengalami kesulitan ketika akan menyatukan dua sisi daging untu dijahit, kulit kakinya terlalu keras, sudah beberapa kali mencoba tapi tetap saja beberapa kali pula jarum untuk menjahit nyaris bengkok. Akhirnya kita meminta bantuan petugas medis dari tentara satuan tugas perbatasan RI-PNG. Sudah beberapa lama akhirnya selesai. Ternyata, diamati lagi, perdarahan tak kunjung berhenti. Dari kasa yang dililitkan, tampak darah mulai menyucur kembali. Curiga kalau pembuluh darah arteri ikut terpotong. Tanpa berlama-lama, kita mulai pontang-panting mencari kendaraan untuk merujuk pasien ke Rumah sakit bergerak di distrik tetangga.
Jalanan yang susah di jangkau, jika hujan malah makin parah. Membuat kesulitan untuk akses keluar masuk kendaraan. Ditambah lagi tidak adanya sinyal jaringan telpon di kampung ini. Jika ada emergency yang harus dirujuk dengan menggunakan ambulance,  kami harus meminta bantuan kepada TNI Satgas Pamtas RI-PNG untuk voice jalur pemancar radio militer untuk pengiriman ambulance  dari RSB ke puskesmas Kombut. Beginilah bertugas di daerah hutan dengan segala keterbatasan yang ada. Baru-baru ini, puskesmas Kombut mendapat bantuan mobil ambulance dari Dinas Kabupaten Boven Digooel. Tapi sayang, malah kita lebih baik memilih tidak menggunakannya di medan yang rusak. Tak jarang ambulance  tertanam di kubangan lumpur yang dalam, bahkan harus berjaga-jaga jika melewati jembatan-jembatan kayu yang sudah melapuk. Sudah beberapa kali mobil rusak dan harus bermalam di hutan. Maka, kami memilih untuk merujuk dengan menggunakan motor.
Motor yang disediakan dari dinas setempat untuk puskesmas kombut terdiri dari 2 motor dan 1 dari BKKBN. Namun, satu motor (KLX) sudah terbakar di insiden kebakaran sebuah bengkel dan satu lagi (YT) nyaris sering rusak karena motornya yang sudah tua. Hanya tersisa motor yang dipakai untuk segala keperluan puskemas induk dan tiga puskesmas pembantu (pustu) di kampung-kampung lain wilayah kerja puskesmas kombut yang jaraknya cukup berjauhan. Kadang, jika tidak ada motor, kita memilih untuk berjalan kaki untuk melakukan pelayanan di kampung-kampung lainnya. Yang paling dekat ialah kampung mokbiran. Biasa kami berjalan dari pukul 09.00 hingga 14.00 WIT. Dibawah teriknya matahari menelusuri jalanan hutan. Tak jarang kadang tak sengaja ular melintas didepan kami. Pemandangan yang sudah biasa. Tapi, tetap masih menakutkan.
Apalagi dibelakang barak puskesmas kami, adalah hutan. Pernah saat malam teman-teman tim sedang duduk masing-masing dengan laptop dan fokus kepada laporannya. Tiba-tiba seekor ular yang cukup besar jatuh dari langit-langit atap rumah dan langsung meninggikan kepalanya ditengah-tengah mereka. Saat itu aku sedang berada di dalam kamar dengan badan yang kurang sehat. Semua berlonjak lari ke arahku di dalam kamar dan aku terkejut seketika ketika mereka semua histeris dengan wajah yang pucat meneriakkan ular. Saya pun saat itu mendadak merasa jantungku berhenti.
Kembali lagi ke topik puskesmas keliling kami. Dengan perjalan yang panjang, kita hanya beristirahat sejenak untuk melanjutkan perjalanan ke kampuang Amuan dengan menumpang diatas truk proyek jalan. Wuaah... aku serasa sudah kehilangan feminisme-ku. Memanjat truk yang berisi semen dengan laju truk yang sangat kencang, membuat seluruh pakaian kami berwarna putih. Sudah bermandikan semen. Kami hanya menertawakan diri satu sama lain. Meski lelah.
Sesampai disimpang amuan, kurang lebih harus berjalan kaki lagi 20km. Tapi kami di lansir saat itu menggunakan motor puskesmas. Finally, kami sampai di kampung Amuan. Masyarakat mulai datang berbondong menyaksikan kedatangan kami. Mereka sangat senang. Besok kami akan memulai pelayaan posyandu, penyuluhan disekolah dan senam sehat sebelum melanjutkan perjalanan kami ke kampung berikutnya.
Melihat wajah-wajah bahagia mereka melihat kedatangan kami, dan merasakan pelukan mama-mama disini, seketika rasa lelah yang awalnya berkecamuk hilang seketika.


***Niat posting di 1 tahun awal penugasan, tapi krna ga ada sinyal. bisa post sekarang . haha

Tidak ada komentar:

Ribet nikah di Binjai ? BINJAI punya prosedur menikah yang berbeda ? Pertama di INDONESIA

oleh : Nesya A. Simamora         Judul diatas sebuah pertanyaan atau pernyataan dari kamu ga sih ? mungkin bakal penasaran kenapa aku ...